Penyidikan


Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidik dalam upaya mengungkap suratu kejahatan salah satu upayanya adalah perlu mengumpulkan barang bukti yang erat kaitannya dengan kejahatan yaitu :
1.  Instrumentum delicti, yaitu barang yang digunakan untuk melakukan kejahatan  seperti pistol, golok dan lain-lain.
2.   Corpora delicti, yaitu barang sasaran kejahatan seperti motor, televisi dan lain-lain.
3.  Barang yang diciptakan dari hasil kejahatan seperti uang palsu, surat palsu danlain-lain.
4.  Anwijzing, yaitu barang yang dijadikan petunjuk seperti baju berdarah, sepatu atau sandal yang ketinggalan kepunyaan tersangka.

1. Penyidik.

Yang berwengan melakukan penyidikan adalah penyidik. Menurut pasal 1 ayat 1 KUHAP jo. pasal 6 ayat (1) KUHAP, menyatakan penyidik adalah pejabat negara Republik Indonesia atau pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh Undang-undang guna melakukan penyidikan.
Selanjutnya menurut pasal 2 ayat (1) peraturan pemerintah No.27 tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP menjelaskan bahwa :
a.       Penyidik Polri sekurang-kurangnya berpangkat Pembantu Letnan dua
b.       Penyidik Pegawai Negeri Sipil tertentu sekurang-kurangnya Pengatur Muda tingkat I atau golongan II b.
      Adapun PNS yang diberi wewenang untuk melakukan penyidikan antara lain, pejabat beacukai, pejabatg imigrasi, pejabat kehutanan dan pejabat pelda.
c.       Apabilan diwilayah sektor atau polres tidak ada penyidik berpangkat pelda, maka kapolres meskipun berpangkat bintara ia karena jabatannya dapat sebagai penyidik.

2.   Penyidik Pembantu
Penyidik dalam melaksanakan tugasnya dibantu oleh penyidik pembantu. Dalam peraturan pemerintah nomor 27 tahun 1983 tentang pelaksanaan KUHAP menjelaskan bahwa penyidik pembantu adalah :

  1. Penyidik pembantu polri, sekurang-kurangnya berpangkat sersan dua polisi.
  2. Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungan kepolsian negara dengan syarat sekurang-kurangnya berpangkat pengatur muda atau golongan II a.
  3. Penyidik pembantu diangkat oleh kepala kepolisian Republik Indonesia atas usulan komandan atau pimpinan kesatuan masing-masing.
Menurut pasal             11 KUHAP penyidik pembantu mempunyai wewenang seperti halnya penyidik polri kecuali dalam hal penahanan, harus menunggu pelimpahan wewenang dari penyidik.

3.    Pemanggilan Tersangka dan Saksi
Untuk melakukan pemeriksan, penyidik dan penyidik pembantu mempunyai wewenang untuk melakukan pemanggilan tersangka dan saksi.
Menurut pasal 112 ayat (1) KUHAP, penyidik yang malakukan pemeriksaan, dengan menyebutkan alasan pemanggilan yang jelas, berwenang memanggil tersangka dan saksi yang dianggap perlu untuk diepriksa untuk diperiksa dengan surat panggilan yang sah dengan memperhatikan tenggang waktu yang wajar antara diterimanya panggilan dan hari seorang itu diharuskan memenuhi panggilan tersebut.
Menerut pasal 22 ayat (1), semua jenis pemberitahuan atau panggilan oleh pihak yang berwenang dalam semua tingkat pemeriksaan kepada terdakwa, saksi atau saksi ahli disampaikan selambat-lambatnya tiga hari sebelum tanggal hadir yang ditentukan.
4.   pemeriksaan tersangka,  saksi atau ahli
Pasal 114 KUHAP menyatakan bahwa dalam hal tersangka disangka melakukan suatu tindakan pidana sebelum dimulainya pemeriksaan oleh penyidik, penyidik wajib memberitahukan kepadanya tentang haknya untuk mendapatkan bantuan hukum atau bahwa ia dalam perkaranya itu wajib didampingi oleh penasehat hukum sebagaimana dimaksud pasal 56 KUHAP.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan tersangka adalah sebagai berikut :
  1. Tersangka didengar keterangannya tanpa tekanan dari siapapun dan atau dalam bentuk apapun (lihat pasal 117 ayat (1) KUHAP.
  2. Dalam pemeriksaan tersangka ditanyakan apakah ia menghendaki didengarnya saksi a de charge atau saksi yang meringankan baginya dan bilamana ada maka penyidik wajib memanggil dan memeriksa sakai tersebut (pasal 116 ayat (3) dan (4) KUHAP).
  3. Keterangan tersangka dicatat dalam berita acara yang ditandatangani oleh penyidik dan tersangka setelah menyetujui isinya. Dalam hal ini tersangka tidak mau membubuhkan tandatangannya, penyidik mencatat hal itu dalam berita acara dengan menyebut alasannya (pasal 118 KUHAP).
Menurut pasal 120 KUHAP apabila penyidik menganggap perlu keterangan ahli, ia dapat meminta pendapat ahli, atau orang yamg memiliki keahlian khsus. Ahli yang diminta lebih dahulu mengangkat sumpah atau mengucapkan janji, bahwa ia akan memberikan keterangan menurut pengetahuannya yang sebaik-baiknya.


Penangkapan dan Penahanan
Penyelidikan
Penyidikan
Penggeledahan dan Penyitaan
Penuntutan dan Surat Dakwaan
Eksepsi Dalam Hukum Acara Perdata
Sejarah Perkembangan Mediasi di Indonesia
Kaukus dalam Mediasi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar