Sejarah Filsafat Islam


A.    Sejarah Filsafat Islam
Filsafat Islam merupakan filsafat yang seluruh cendekianya adalah muslim. Ada sejumlah perbedaan besar antara filsafat Islam dengan filsafat lain. Pertama, meski semula filsuf-filsuf muslim klasik menggali kembali karya filsafat Yunani terutama Aristoteles dan Plotinus, namun kemudian menyesuaikannya dengan ajaran Islam. Kedua, Islam adalah agama tauhid. Maka, bila dalam filsafat lain masih ‘mencari Tuhan’, dalam filsafat Islam justru Tuhan ‘sudah ditemukan, dalam arti bukan berarti sudah usang dan tidak dibahas lagi, namun filsuf islam lebih memusatkan perhatiannya kepada manusia dan alam, karena sebagaimana kita ketahui, pembahasan Tuhan hanya menjadi sebuah pembahasan yang tak pernah ada finalnya.
Di dunia Islam, filsafat telah melalui berbagai macam periode. Perjalanan filsafat Islam dimulai secara resmi di abad ke dua dan tiga Hijriyah, berbarengan dengan penerjemahan karya-karya pemikir Yunani. Sebelumnya, sekalipun kajian teologi cukup digandrungi, namun filsafat tidak memiliki posisi tersendiri. Filosof muslim pertama adalah Abu Ishaq al-Kindi (185-260 H).
Filsafat Islam berbeda dengan teologi (ilmu kalam) dari sisi metodologinya. Filsafat mendasarkan diri pada metode burhani sementara teologi pada jadalli. Filsafat Islam berada pada semangat inkorporasi atau mendamaikan antara akal dengan wahyu. Gabungan antara pemikiran liberal dan kepercayaan religius. Secara ontologis filsafat Islam menyakini adanya realitas hierarkis yang terbentang dari alam metafisik hingga fisik. Secara epistemologis filsafat Islam menyakini akal, hati,indra dan teks suci sebagai sumber pengetahuan yang valid.
Abu Nasr al-Farabi adalah filosof pertama yang mengonsep filsafat Islam. Al-Farabi selama hidupnya berusaha untuk mengharmoniskan ide-ide Plato dan Aristoteles. Ia sebagaimana mayoritas pemikir muslim lainnya, salah menganggap buku Ontologia tulisan Plotinus sebagai milik Aristoteles. Itulah mengapa tanpa disadarinya ia terpengaruh Neo Platonisme. Farabi termasuk penggagas filsafat Paripatetik yang pada akhirnya berhadap-hadapan dengan filsafat-irfani Syaikh Maqtul Suhrawardi. Abu Ali Sina adalah salah satu filosof lain yang menggabungkan aliran filsafat Paripatetik ini. Dengan kejeniusannya, ia menuangkan ide-idenya kedalam tulisan-tulisan filsafat. Ia juga berhasil mendidik muridnya Bahmaniyar menjadi salah satu pemikir berbakat dalam filsafat Paripatetik.
Masa keemasan filsafat Paripatetik berada di tangan Ibnu Sina. Faktor ini membuat filsafat menjadi faktor penentu budaya dan penentu ilmu-ilmu yang lain. Dengan Ibnu Sina, para teolog dan arif menjadi tertantang. Para arif, yang menganggap argumentasi falsafi bak tongkat kayu yang rapuh, mulai kasak-kusuk untuk menjauhkan filsafat dari kaum muslimin. Mereka mengatakan bahwa jalan terdekat dan satu-satunya cara untuk mengenal al-Haq adalah dengan membersihkan hati dan ibadah. Filsafat hanya akan membuat orang jauh dari jalan yang sebenarnya.
Dalam sejarah dan perkembangan Filsafat dalam teologi Islam, penulis akan menguraikan secara umum tahapan perkembangannya :
1.      Filosofis Al-Kindi  pada tahun (801-873). Pada masa awal Islam filsafat ini berkembang secara perlahan-lahan, hingga dapat mempengaruhi beberapa tokoh Islam pada masa itu, sebagai bukti bahwa disini mulanya filsafat Islam, Al-Kindi pernah menulis sebuah buku yang berjudul (Al-Falasafah Au-l-‘Ula).
2.      Filosofis Al-Farabi  pada Tahun (870-950).  Pada masa ini Al-Farabi dikenal sebagai tokoh filosofi Islam yang mengambil teori berfilsafat dari Al-Kindi dan dikembangkan melalui karya karyanya.
3.      Filosofis Ibnu Sina  pada tahun (980-1037). Pada masa ini Ilmu filsafat Islam dikembangkan oleh Ibnu Sina menjadi berbagai demensi kedesiplinan Ilmu dalam filsafat Islam, sehingga Ibnu Sina berhak mendapat julukan sebagai Filosofis Peripatetik muslim orang barat menyebutkan Par Excellennce  , padahal pada masa itu Ibnu Sina baru berusia sepuluh Tahun, dan dan ia mahir dalam mendalami ilmu kedokteran disaat usianya enam belas tahun , Ibnu Sina pernah berguru kepada Al-Farabi dalam ilmu Filsafat, sebagaimana yang tercantum dalam autobiografinya; ia terang-terangan mengakui berutang budi kepada Al-Farabi, dan ada juga pendapat Ibnu Sina yang bertentangan dengan pendapat Al-Farabi tentang filsafat. Kemudian berbagai masalah dalam filsafat Yunani mendapat kesempatan untuk dikembangkan lebih jauh dalam lingkungan pemikiran Islam. Dan setelah itu barulah muncul para tokoh-tokoh filsafat dalam Islam diantaranya adalah tokoh Filsafat dari Negara Andalusia, seperti Ibnu Bajjah, Ibnu Thufa’il dan Sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar